Sebagai seniman visual yang hidup di Jakarta, ragam gerak-gerik manusia adalah pemandangan yang menginspirasi Ruth Marbun. Berbagai nuansa campur aduk dari kata-kata, gestur dan raut wajah warga digambarkan secara instingtif ke dalam semesta dwimatra lukisannya. Dalam ruang pamer ini, lukisan cat air di atas kertas dan cat akrilik di atas kanvas disusun sebagai gugusan karya yang mengambang dan menepi. Menelusuri karya-karya ini layaknya mengelilingi petak-petak permukiman, yang di tiap sisinya menampilkan berbagai perilaku manusia.
Semakin sering seseorang dihadapkan pada situasi tertentu, semakin gesitlah keputusan dan tindakan yang diambil. Maka dari itu, ketika menjadi sebuah lukisan, olahan instingtif ini menjadi gerakan-gerakan cepat dari tangan Utay yang menghasilkan goresan-goresan lincah, tekstur-tekstur kasar dan sapuan-sapuan minimalis yang membentuk kesan pada kertas dan kanvas karya.
Dalam pameran ini, Utay memainkan politik ruang pamer dengan penempatan karya-karyanya. Lukisan cat air di atas kertas berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan karya-karya cat akrilik di atas kanvas, yang di antaranya bahkan berukuran seperti batu bata.
Dalam sejarah seni rupa modern, lukisan-lukisan berkanvas cenderung mendapatkan perhatian lebih dibanding karya-karya kertas. Namun, dalam semangat yang sama seperti salah satu karyanya “Naikkan Derajat Ikan Kembung” (yang menanggapi riset pangan bahwa kandungan Omega 3 ikan ini lebih tinggi dari salmon), Utay hendak memberikan tempat yang tinggi pada medium lukis di atas kertas.
Dari 50 karya lukis di pameran ini, kita diperjumpakan pada raut wajah, gestur perilaku, makhluk-makhluk monster kecil, serta sambung kata absurd yang jenaka. Visual-visual ini sarat akan permainan kuasa ruang, yakni ruang realita dan ruang imajinasi. Pada beberapa karya kanvas, gambar-gambar Utay tidak hanya tampil di sisi depan, namun terdapat ‘catatan-catatan pinggir’ berupa teks dan gambar sebagai kejutan. Pada karya yang bertuliskan “orangnya sangat serius, tidak ada yang tahu berapa jumlah giginya”, nyatanya memiliki sambungan teks “atau gajinya” pada sisi sebelah kanan. Karya-karya Utay seperti menantang persepsi pelihat, bahwa ketika ada sesuatu yang dianggap lumrah, akan selalu ada anasir-anasir mengejutkan lainnya yang tidak bisa dipisahkan.
Ketika pandangan kita kerap diperebutkan banyak hal, bagaimana kita bisa menyiasati sebuah jeda? Bagaimana cara kita mencari apa yang telah luput dari perhatian kita?
‘Perangai’, pameran tunggal Ruth Marbun yang ketiga dan pertama kalinya di Artsphere Gallery Jakarta, adalah rekam jejak siasat dalam berkompromi di tengah hiruk pikuk urban. Kompromi ini adalah tanggapan terhadap keburaman situasi-situasi yang sulit dimengerti, namun diyakini untuk diterima. Mengandalkan insting menjadi sebuah jalan dalam perkelindanan antara yang lumrah dan janggal.
Gesyada Siregar
Artsphere Represents Artist
Aug 26 - Sept 27 2023