Berbagai pendekatan, gaya, dan teknik lukis telah menjadikan lanskap sebagai genre yang berkembang melampaui representasi tradisionalnya sebagai objek belaka. Di tengah zaman yang makin modern, gagasan-gagasan tentang lanskap terus menemukan konteks dan interpretasi baru.
Lukisan-lukisan seolah menjadi pengingat tentang hubungan-hubungan yang mustahil terbantahkan antara manusia dengan tanah, air, udara, dan alam sekitar.
Hubungan antara manusia sebagai makhluk hidup dengan Bumi yang menopang kehidupan. Di tengah perkembangan eksplorasi tersebut, perupa Prabu Perdana menampilkan 12 karya mutakhirnya tentang lanskap dalam pameran tunggal bertajuk In Another Land.
Hasilnya adalah suatu gubahan komposisi objek dan peristiwa yang serba transparan, taksa dan berlapis, yang agak bertolak belakang dengan prinsip realisme yang umumnya justru menyasar akurasi dan kejelasan bentuk-bentuk. Dalam koleksinya kali ini, Prabu masih menonjolkan objek khas lanskap seperti langit, cakrawala, dan daratan.
Misalnya dalam lukisan Abandoned (2021), City and Nature (2023), dan High and Dry (2023). Prabu menggarap lukisan-lukisannya dengan pijakan teknik melukis realistik, di mana warna objek ditampilkan sewajarnya. Visual langit, hamparan rumput, pepohonan, bebatuan, kumpulan perdu dan bangunan juga digarap secara terperinci.
Sekilas, tidak ada keanehan yang mencolok pada sebagian besar koleksi lukisan Prabu kali ini. Hanya dua lukisan yakni The Breath of Old Bandung (2023) dan Growing Lond (2022) yang menampilkan nuansa suril yang muncul lebih kuat. Kedua lukisan ini juga mengingatkan pada karya Prabu sebelumnya yakni Green Turns to Black (2019) dan Isolated Gardens (2020) dengan nuansa serupa.
Prabu mengatakan, seperti judul pamerannya, karya-karyanya dalam eksibisi sengaja ingin mengajak audiens ke tempat lain dan memberi ruang imajinasi untuk menafsirkan karya-karyanya. Karya-karyanya ini, paparnya, adalah hasil eksplorasi penggabungan lanskap alam dan sesuatu yang dibuat manusia. “Dalam karya-karya ini semua dibuat seperti di alam lain yang sebenarnya khayalan, walaupun berdasar kondisi suatu daerah tertentu di sekitar saya," kata perupa asal Bandung itu.
Dalam membuat karya-karyanya ini, Prabu menggunakan foto sebagai objek referensi dalam menggambar yang dia potret sendiri. Dalam kanvasnya, dia bukan lagi menggambar objek visual yang difotonya, melainkan hasil penafsiran dan perkembangan imajinasinya tentang lanskap dan objek-objek lain.
PENANDA RUANG & WAKTU
Kurator Agung Hujatnikajennong menilai dalam koleksi karya kali ini, alih-alih menampilkan lanskap sebagai penanda ruang dan waktu yang ril, Prabu lebih tertarik menonjolkan karakter enigmatik pada lukisan-lukisan lanskapnya. Tanpa sadar, audiens tengah dibawanya ke pemandangan antah-berantah.
Meskipun demikian, Agung mengatakan sejumlah lukisan lanskap Prabu cenderung mengarah pada suatu narasi yang spesifik. Objek-objek yang umumnya dianggap mewakili gagasan tentang kemajuan peradaban manusia misalnya bangunan, mesin-mesin dan kendaraan bermotor tampil sebagai sesuatu yang usang, rusak atau terabaikan.
Di sisi lain, objek-objek alam seperti pepohonan, perairan, bebatuan dan dataran tanah justru dilukiskan menonjol, dominan atau superior. "Seolah-olah alam mampu mengatasi sepak terjang dan eksistensi manusia modern di Bumi," ujarnya.
Agung menambahkan, secara menyeluruh, gambaran-gambaran lanskap dalam pameran ini, pada akhirnya menjadi antitesis dari dominasi manusia terhadap berbagai entitas alam. Narasi ini, lanjutnya, tentu saja tidak selaras dengan kenyataan, di mana alam hingga hari ini masih menjadi objek eksploitasi manusia yang semena-mena.
BUAH KETEKUNAN SI SENIMAN AUTODIDAK
Jalan Prabu untuk menjadi pelukis tidaklah mulus. Pria kelahiran Tasikmalaya itu memang senang menggambar sejak umur masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun, selepas SMA, segala upayanya untuk bisa lulus ujian saringan masuk di sekolah tinggi seni rupa tak membuahkan hasil.
Untuk memenuhi harapan orang tuanya, Prabu tetap melanjutkan kuliah di jurusan desain komunikasi visual pada 2004. Namun, keinginannya menjadi pelukis, tetap membara di hatinya. Dia gencar mengunjungi pameran dan bergaul dengan seniman muda Bandung. Akhirnya, kemampuannya dalam melukis dia tuangkan ke dalam proyek tugas akhir sarjananya dalam bentuk novel grafis tentang kelompok musik The Tielman Brothers. Novel itu menampilkan karya-karya lukis murninya dengan memaksimalkan keterampilan gambar
tanpa sentuhan komputer atau manipulasi digital sedikitpun.
Selepas menyelesaikan studinya pada akhir 2000-an, Prabu mantap untuk melukis di atas kanvas dan mencari peluang berpameran di galeri seni rupa. Namun, tahun-tahun itu banyak seniman muda yang bermunculan sehingga persaingan sangat ketat. Di tengah keterbatasan dana untuk membeli cat dan kanvas, Prabu lebih banyak menggarap karya-karya berukuran kecil dengan pensil dan pena di atas kertas.
Objek yang digarapnya beragam, mulai dari figur manusia, binatang hingga citraan populer yang dibuat dengan warna-warna monokromatik. Berkat ketekunannya, pada 2010—2012, pria kelahiran tahun 1985 itu akhirnya mulai mendapatkan kesempatan untuk berpameran di ruang-ruang alternatif di beberapa kota seperti Bandung, Yogyakarta, dan Solo.
Selain banyak bergerilya melalui pameran-pameran kelompok yang dikelola secara swadaya, Prabu tergolong rajin mengikuti panggilan-panggilan terbuka dan kompetisi di dalam dan luar negeri. Sebagai 'seniman autodidak', Prabu tidak pernah mendapatkan pelatihan formal seni lukis. Akan tetapi, dia tekun menimba pengetahuan dari pameran, seminar dan diskusi seni rupa, termasuk berguru dengan perupa senior.
Praktik eksplorasi artistik yang ditekuni Prabu akhirnya membawanya pada ketertarikan untuk membuat karya-karya bertemakan lanskap. Hal itu mulai terlihat dalam koleksi karya di pameran tunggal perdananya pada 2017 silam.
Prabu mengatakan bahwa tidak ada alasan khusus mengapa dia akhirnya berkutat dengan lanskap. Dia menyebut, tertarik melakukannya hanya karena terbiasa membuat gambar lanskap, yang ide artistiknya kerap kali muncul dan terbentuk begitu saja. "Inspirasi datang dari dunia sehari-hari, tapi saya tidak sedang melukiskan pemandangan alam hari ini," katanya.
sumber: Bisnis Indonesia (Art & Culture)
Comments